Melalui ajarannya, nampak jelas bahwa Islam memindahkan manusia - dengan
langkah-langkah panjang – menuju kehidupan yang lebih bersinar oleh kemuliaan
dan adab. Semua sarana menuju tujuan mulia tersebut termasuk inti risalahnya.
Sebagaimana Islam juga menganggap bahwa jika ada kerusakan dalam sarana
tersebut termasuk keluar dan menjauhkan diri dari. Akhlak bukanlah simbul
kemewahan yang bisa jadi tidak dibutuhkan, namun akhlak merupakan prinsip hidup
yang direatui dan dihormati agama.
Prinsip hidup tersebut kemudian oleh Islam dianggap sebagai fadhail
(kemuliaan) dan pengikutnya diharapkan berpegang teguh dengannya satu demi
satu.
Sebelum kami merinci fadhail ini satu persatu dan hal-hal yang berkaitan
dengannya, terlebih dahulu kita kaji dakwah Islam yang mengajak pemeluknya
berpegang kepada akhlak terpuji dan perangai mulia.
Usamah bin Syuraik meriwayatkan, kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah
saw seolah-olah pada kepala kami terdapat burung (kami diam). Tidak ada seorang
pun yang berbicara. Sampai akhirnya beberapa orang datang dan bertanya,
"Siapakah di antara hamba Allah yang paling disukai Allah?" Beliau
menjawab, "Yang paling baik akhlaknya."
Di riwayat lain disebutkan,
مَا خَيْرُ مَا أُعْطِىَ الإِنْسَانُ ؟
قَالَ : خُلُقٌ حَسَنٌ
"Apakah hal terbaik yang diberikan oleh seseorang?"
Beliau menjawab, "Akhlak yang baik."
Di riwayatkan lain juga disebutkan,
"إِنَّ الفَحْشَ وَالتَّفَحُّشَ لَيْسَا
مِنَ الإِسْلاَمِ فِي شَيْءٍ ، وَإِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ إِسْلاَماً ، أَحْسَنُهُمْ
خُلُقاً" وَسُئِلَ "أَيُّ الْمُؤْمِنِيْنَ
أَكْمَلُ إِيْمَاناً ؟ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً
"Kata-kata buruk dan berkata-kata buruk bukan dari Islam.
Sebaik-baik keislaman manusia adalah yang paling baik akhlaknya."
Beliau ditanya, "Orang beriman yang bagaimanakah yang paling baik
itu?" beliau menjawab, "Yang paling baik akhlaknya."
Abdullah bin Amr berkata, aku mendengar Rasulullah
saw bersabda,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَحَبِّكُمْ إِليَّ
وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِساً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ؟ ـ فَأَعَادَهَا مَرَّتَيْنِ
أَوْ ثَلاَثاً ـ قَالُوْا : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : أَحْسَنُكُمْ خُلُقاً
"Maukah kalian aku beritahu tentang orang yang paling aku
cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku di hari Kiamat." Beliau
mengulanginya dua hingga tiga kali." Mereka menjawab, "Mau, ya
Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Yang paling baik
akhlaknya."
Beliau bersabda
lagi,
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي مِيْزَانِ
الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ من خُلُقٍ حَسَنٍ ، إِنَّ الله يَكْرَهُ الفَاحِشَ
البَذِيْءَ . وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغَ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ
الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ
"Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin
di hari Kiamat selain akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah tidak suka orang
yang berkata-kata buruk dan jorok. Orang yang berakhlak baik mencapai derajat
orang yang berpuasa dan shalat."
Jika penjelasan ini berasal dari seorang filosof yang hanya mengurusi
perbaikan akhlak, barangkali tidak terlalu mengherankan, namun yang
mengherankan justru penjelasan tersebut berasal dari agama yang besar. Dan
biasanya agama itu menitik beratkan pada ibadah an sich.
Nabi Islam, Muhammad saw mengajak orang untuk melakukan berbagai macam
ibadah. Mendirikan negara yang ditopang oleh jihad yang panjang melawan
musuh-musuhnya. Jika dengan keluasan agamanya dan banyaknya varian amal yang
harus dikerjakan oleh pengkutnya, tiba-tiba beliau memberitakan kepada mereka
bahwa yang paling memberatkan timbangan mereka pada hari Hisab adalah akhlak
yang baik. Bukti bahwa kedudukan akhlak sangat tinggi dalam Islam bukan barang
baru.
Sejatinya jika sauatu agama memberlakukan akhlak terpuji antar sesama
manusia. Menurut tabiat langit, itu juga sebagai hubungan yang baik antara
manusia dengan Tuhannya. Kesemuanya kembali kepada satu hakikat.
Ada beberapa agama yang menjamin bahwa dengan memeluk suatu akidah, semua
dosanya dihapus dan melaksanakan satu ketaatan menghapuskan berbagai kesalahan.
Akan tetapi Islam tidak demikian. Akidah yanng dipeluk adalah poros
beredarnya semua amal baik dan kewajiban. Ketaatan sebagai pencuci kesalahan
dan penyiapan diri menggapai kesempurnaan. Artinya, tidak ada yang menghapuskan
kesalahan selain kebaikan yang dikerjakan seseorang. Ia berusaha mencapai
ketinggian menuju derajat yang lebih baik.
Nabi sangat intens dalam menegaskan prinsip-prinsip keadilan ini agar
dipahami ummatnya dengan baik. Agar kedudukan akhlak tidak hina dalam
pandangannya sementara ibadah seremonial tinggi.
Anas meriwayatkan
bahwa Nabi saw bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَبْلُغَ بِحُسْنِ خُلُقِهِ
عَظِيْمَ دَرَجَاتِ الآخِرَةِ ، وَأشْرَفَ الْمَنَازِلِ . وَإِنَّهُ لَضَعِيْفُ الْعِبَادَةِ
. وَإِنَّهُ لَيَبْلُغَ بِسُوْءِ خُلُقِهِ أَسْفَلَ دَرَجَةً فِي جَهَنَّمَ
"Seorang hamba, dengan akhlak yang baik, akan mencapai
derajat sangat agung di akhirat dan kedudukan paling mulia. Padahal orang itu
lemah dalam ibadah. Ia juga, dengan keburukan akhlak, akan mencapai derajat
paling hina di neraka Jahannan."
Aisyah ra berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكَ بِحُسْنِ
خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
"Seorang mukmin, dengan akhlaknya yang bagus, akan mencapai
derajat orang puasa shalat malam."
Di riwayat lain
disebutkan,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكَ بِحُسْنِ
الْخُلُقِ دَرَجَاتِ قَائِمِ اللَّيْلِ وَصَائِمِ النَّهَارِ
"Dengan akhlak yang baik seorang muslim mencapai derajat
orang yang berquyamul-lail dan berpuasa di siang hari."
Ibnu Umar berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ الْمُسْلِمَ المْسَدَّدَ لَيُدْرِكَ
دَرَجَةَ الصَّوَّامِ الْقَوَّامِ بِآيَاتِ الله، بِحُسْنِ خُلُقِهِ وَكَرَمِ طَبِيْعَتِهِ
"Orang muslim yang musaddad (pas pasan dalam ibadah)
akanmencapai derajat orang ahli puasa dan yang mengamalkan ayat-ayat Allah
dengan husnul khuluk dan kebaikan perangainya."
Abu Hurairah
meriwayatkan dari Nabi saw,
كَرَمُ الْمُؤْمِنِ دِيْنُهُ، وَمُرُوْءَتُهُ
عُقْلُهُ ، وُحَسَبُهُ خُلُقُهُ
"Kemuliaan seorang mukmin itu dengan agamanya, muru'ahnya
dengan akalnya, dan nasabnya dengan akhlaknya."
Diriwayatkan dari
Abu Dzar,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَخْلَصَ قَلْبَهُ لِلإِيْمَانِ،
وَجَعَلَ قَلْبَهُ سَلِيْماً، وَلِسَانُهُ صَادِقاً، وَنَفَْسَهُ مُطْمَئِنَّةً، وَخَلِيْقَتَهُ
مُسْتَقِيْمَةً
"Beruntunglah
orang yang mengikhlaskan hatinya dengan keimanan, menjadikan hatinya bersih,
lisannya jujur, jiwanya tenang, dan akhlaknya lurus."
Husnul khuluk
tidak dibangun di sebuah masayarakat melalui pengajaran atau perintah dan
larangan semata. Sebab tidak cukup membiasakan jiwa melakukan berbagai amal
utama dengan hanya mengatakan kepadanya, "Lakukan ini!" atau
"Jangan lakukan ini!" Proses penanaman adab membutuhkan tarbiyah yang
lama dan menuntut komitmen yang berkesinambungan.
Tarbiyah tidak akan berjalan dengan baik jika tidak disandarkan kepada
uswah hasanah. Orang bejat tidak menggoreskan pengaruh yang baik di
sekelilingnya.
Pengaruh baik hanya mungkin terjadi jika semua pandangan mata jelas melihat
si pemilik pengaruh itu. Adabnya mengagumkan, kecerdasannya mempesona,
kekaguman pun dialamatkan kepadanya, lalu dengan penuh kecintaan berjalan mengikutinya.
Rasulullah merupakan teladan tertinggi dalam hal akhlak yang
dipropagandakannya di antara para sahabat. Akhlak yang luhur ini beliau tanam
di hati para sahabat dengan sirahnya yang harum sebelum menanamnya dengan
hikmah dan nasihat yang diucapkannya.
Abdullah bin Umar
berkata,
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ لَمْ يَكُنْ فَاحِشاً
وَلاَ مُتَفَحِّشاً، وَكاَنَ يَقُوْلُ: " خِيَارُكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاقاً"
"Rasulullah bukanlah seorang pembual dan suka membual.
Beliau bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang baik akhlaknya."
Anas berkata,
خَدَمْتُ النَّبِيَّ عَشَرَ سِنِيْنَ، وَاللهِ
مَا قَالَ لِي: أُفٍّ قَطُّ، وَلاَ قَالَ لِشَيْءٍ: لِمَ فَعَلْتَ كَذَا؟ وَهَلاَّ
فَعَلْتَ كَذَا
"Aku melayani Nabi selama sepuluh
tahun. Demi
Allah, beliau tidak pernah mengatakan 'Ah' sama sekali. Jika ada masalah,
beliau juga tidak mengatakan, "Mengapa kamu tidak mengerjakan ini?"
atau "Ayo, lakukanlah ini!"
Juga dari Anas, jika ada orang memegang tangan Rasulullah, maka tangan itu
akan berjalan mengikutinya semaunya. Dan jika ada orang datang kepada beliau
dan menjabat tangannya, beliau tidak menarik tangannya dari tangan orang itu
sampai orang itu sendiri yang menarik tangannya. Beliau juga tidak memalingkan
mukanya dari muka orang itu, sampai orang itu sendiri yang memalingkan
mukannya. Tidak terlihat pula lutut beliau lebih menonjol di antara
sahabat-sahabatnya." Artinya, beliau sopan dan tidak sombong di hadapan
sahabat-sahabatnya.
مَا خُيِّرَ رَسُوْلُ اللهِ بَيْنَ أَمْرَيْنِ
إِلاَّ اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْماً، فَإِنْ كَانَ إِثْماً كَانَ
أَبْعَدَ النَّاسِ عَنْهُ. وَمَا انْتَقَمَ رَسُوْلُ اللهِ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ
قَطُّ، إِلاَّ أَنْ تَنْتَهِكَ حُرْمَةَ اللهِ فَيَنْتَقِمُ، وَمَا ضَرَبَ رَسُوْلُ
اللهِ شَيْئاً قَطُّ بِيَدِهِ، وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ خَادِماً، إِلاَّ أَنْ يًجَاهِدَ
فيِ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى
Rasulullah tidak pernah menghadapi dua pilihan kecuali beliau memilih
yang termudah selama tidak ada dosa. Dan terhadap dosa beliau menjadi orang yang
paling jauh. Rasulullah juga tidak pernah marah untuk dirinya sendiri. Kecuali
jika hak-hak Allah dilanggar, maka beliau pun marah. Rasulullah juga tidak
pernah memukul dengan tangannya, tidak pula terhadap wanita maupun pembantu
kecuali jika beliau berjihad di jalan Allah.
Anas berkata,
كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُوْلِ
اللهِ وَعَلَيْهِ بُرْدٌ غَلِيْظُ الْحَاشِيَةِ، فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِي فََجَذَبَهُ
جَذْبَةً شَدِيْدَةً، حَتَّى نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ رَسُوْلِ اللهِ وَقَدْ
أَثَرَتْ بِهَا حَاشِيَةُ البُرْدِ مِنْ شِدَّةِ جَذْبَتِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدٌ
مُرْ لِي مِنْ مَالِ اللهِ الَّذِي عِنْدَكَ ! فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ رَسُوْلِ اللهِ،
وَضَحِكَ، وَأَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ
"Aku berjalan bersama Rasulullah. Beliau mengenakan burdah
kasar bagian ujungnya. Tiba-tiba ada orang Arab Baduwi menyusulnya lalu menariknya
dengan keras. Sampai-sampai aku melihat pada bagian leher burdah beliau yang
koyak akibat tarikan keras bagian ujungnya. Orang itu berkata, 'Hai Muhammad,
perintahkan (orang) untuk memberiku harta Allah yang ada padamu." Beliau
menoleh kepadanya seraya tersenyum lalu memerintahkan untuk memberinya.
Menurut riwayat Aisyah. Rasulullah bersabda,
إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ ، يُحِبُّ الرِّفْقَ
، وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعَنَفِ ، وَمَا لاَ يُعْطِى
عَلَى سِوَاهُ
"Sesungguhnya Allah itu Maha Penyayang dan menyukai kasih
sayang. Dia memberi karena kasih sayang sesuatu yang tidak diberikan karena
sifat kasar, bahkan sesuatu yang tidak diberi karena sesuatu yang lain."
Di riwayat lain beliau bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ
إِلاَّ زَانَهُ ، وَلاَ يَنْزِعُ مِنْ شَيْءٍ إِلا شَانَهُ
"Kasih sayang tidaklah ada pada sesuatu kecuali ia akan
menghiasinya. Dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya."
Jarir meriwayatkan bahwa Nabi bersabda,
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيُعْطِى
عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْخَرََقِ ـ الحُمق ـ وَإذَا أَحَبَّ اللهُ
عَبْداً أَعْطَاهُ الرِّفْقَ ، مَا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ يُحْرَمُوْن الرِّفْقَ إِلاَّ
حُرِمُوْا الْخَيْرَ كُلَّهُ
"Sesungguhnya Allah memberi karena kasih sayang sesuatu
yang tidak diberikan karena karena kebodohan. Jika Allah mencintai seorang
hamba diberikannya orang itu kasih sayang. Tidaklah anggota sebuah keluarga
yang tidak ada kasih sayang pada mereka kecuali mereka tidak mendapatkan semua
kebaikan."
Aisyah ditanya, apa yang dikerjakan Rasulullah di rumahnya? Ia menjawab,
كَانَ يَكون فِي مهْنَةِ أهْلِهِ فَإذَا حَضَرَتِ الصَّلاةُ يَتَوَضَّأُ
وَيَخْرُجُ إِلَى الصَّلاةِ
"Beliau mengerjakan pekerjaan keluarganya. Jika datang
waktu shalat beliau berwudhu dan berangkat shalat."
Allah
memerintahkan kaum Muslimin agar meneladani beliau dengan semua kebaikan akhlak
dan budi pekertinya. Allah berfirman,
"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang
baik untuk kalian. Bagi orang yang menggharapkan Allah dan hari akhir serta
banyak berzikir kepada Allah."
Qadhi 'Iyadh berkata, "Adalah Nabi itu orang yang paling baik, paling
dermawan, dan paling berani. Pada suatu malam penduduk Madinah dikejutkan oleh
suatu kejadian. Orang-orang pun bergegas menuju arah suara. Ternyata mereka
mendapati Rasullullah telah kambali. Beliau mendahului mereka dalam mendapatkan
berita. Beliau berada di atas kuda Abu Thalhah sedang pedang bergelayut di
pundaknya. Beliau bersabda, "Kalian tidak perlu takut."
Ali berkata, "Jika kami sedang ketakutan dan suasana genting kami
berlindung kepada Rasulullah. Tidak ada orang di antara kami yang dekat dengan musuh selain
beliau."
Jabir bin Abdullah
berkata, "Rasulullah tidak pernah ditanya lalu beliau menjawab, "Tidak."
Khadijah pernah
berkata kepada beliau,
إِنَّكَ تَحْمِلُ الْكََلَّ وَتَكْسِبُ
الْمََعْدُوْمَ ، وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
"Engkau menolong orang lemah, membantu orang bangkrut, dan
memberi bantuan semua yang terkena bencana."
Pernah beliau
diberi tujuh puluh dirham lalu diletakkan di tikar dan dibagikannya. Beliau
tidak menolak orang meminta-minta sampai harta itu habis.
Seseorang datang
dan meminta kepada beliau lalu beliau menjawab, "Aku tidak punya apa-apa.
Akan tetapi ikutilah aku, kalau ada harta yang datang kami membaginya."
Umar berkata kepada beliau, "Allah tidak membebani apa yang tidak mampu
Engkau pikul." Nabi saw. tidak suka ucapan itu.
Seseorang dari
kalangan Anshar berkata, "Ya Rasulullah, berinfaklah dan jangan
khawatirkan Pemilik Arasy akan miskin." Beliau tersenyum dan senyuman itu
nampak jelas pada wajahnya lalu bersabda, "Untuk itulah aku diutus."
Rasulullah saw.
Senantiasa menyatukan hati para sahabat dan tidak membuat mereka saling
menjauhi, memuliakan setiap orang dermawan dan mengangkatnya sebagai pemimpin
kaumnya.
Siapa yang duduk
bersama beliau atau berdekatan dengan beliau untuk suatu keperluan, beliau
menyuruhnya bersabar sampai orang itu sendiri yang pergi dari beliau.
Siapa yang meminta
sesuatu kepada beliau orang itu tidak kembali kecuali kebutuhannya sudah
diberikan atau dengan kata-kata yang menyenangkan.
Kedermawanan dan
akhlaknya mengayomi semua orang hingga beliau menjadi ayah bagi mereka dan di
hadapan beliau mereka semua sama.
Senantiasa cerah,
mudah perangainya, lemah lembut, tidak kasar dan keras, tidak suka
berteriak-teriak, tidak jorok kata-katanya, tidak suka mencaci, tidak gampang
memberi pujian, melupakan makanan yang tidak diminatinya, dan orang yang
menginginkan beliau tidak pernah putus asa.
Aisyah ra.
berkata,
مَا كَانَ أَحَدٌ أَحْسَنَ خُلُقاً مِنْ
رَسُوْلِ اللهِ ، مَا دَعَاهُ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ وَلاَ أَهْلُ بَيْتِهِ إِلاَّ
قَالَ : لبَّيْكَ
"Tidak ada orang yang akhlaknya lebih baik daripada
Rasulullah. Jika ada sahabat dan keluargnya yang memanggil beliau selalu
dijawabnya, 'Labbaik.'"
Jarir bin Abdullah ra. Berkata, "Sejak aku masuk Islam Rasulullah saw.
tidak pernah menutup diri dariku dan aku melihatnya selalu tersenyum."
Beliau juga selalu berkawan dengan sahabat-sahabatnya, tidak pernah meremehkan
mereka, bercanda dengan anak-anak dan memangku mereka di pangkuan beliau.
Beliau selalu memenuhi undangan orang merdeka, budak laki-laki dan wanita,
serta orang miskin. Juga suka menjenguk orang sakit di ujung Madinah dan
menerima alasan orang yang berhalangan.
Anas ra. berkata, "Tidak ada seorang pun tidak didengar suaranya oleh
telinga Rasulullah, misalnya ada yang mengadu kepada beliau lalu beliau
memalingkan kepalanya, justru orang itu yang memalingkan kepalanya. Tidak ada
orang yang menggandeng tangan beliau lalu beliau melepaskan tangannya kecuali
orang lain yang lebih dahulu melepaskan tangannya. Beliau selalu memulai salam
kepada orang yang dijumpainya dan selalu memulai menjabat tangan
sahabatnya."
Tidak pernah
terlihat beliau menjulurkan kakinya hingga mengganggu orang lain.
Selalu menghormati
orang yang memasuki rumahnya, bahkan terkadang melebarkan pakaiannya,
mengutamakannya memberikan bantal yang dipakainya dan mempersilahkan untuk
mendudukinya jika orang itu tidak berkenan.
Memberi julukan
(kunyah) kepada para sahabat dan memanggil mereka dengan panggilan yang mereka
sukai sebagai penghormatan bagi mereka. Beliau juga tidak pernah memotong
pembicaraan seseorang sampai orang itu yang kelewatan kemudian beliau
memotongnya untuk menyudahi pembicaraan atau dengan cara berdiri.
Anas ra. berkata,
كَانَ النَّبِيُّ إِذَا أُتِيَ بِهَدِيَّةٍ
قَالَ : أذْهَبُوْا بِهَا إِلَى بَيْتِ فُلاَنَةَ ، فَإِنَّهَا كَانَتْ صَدِيقَةً
لِخَدِيْجَةَ ، إِنَّهَا كَانَتْ تُحِبُّ خَدِيْجَةَ
"Jika
ada yang memberi hadiah kepada Nabi beliau berkata, 'Pergilah ke ibu Fulanah
itu karena orang itu sahabat Khadijah dan mencintai Khadijah." ([1])
Aisyah ra.
berkata,
"Aku tidak
pernah cemburu kepada seseorang seperti kecemburuanku kepada Khadijah ketika
aku mendengar beliau selalu menyebutnya. Beliau
pernah memotong kambing dan memberinya kepada teman-temannya. Seorang saudara
perempuannya datang meminta izin kepada beliau dan beliau merasa senang.
Seseorang datang kepada beliau dan beliau menyambutnya dan mengabulkan
permintaannya dengan baik. Ketika keluar beliau bersabda, 'Orang itu selalu
datang kepada kami ketika Khadijah masih hidup. Menepati janji dengan baik
temausuk keimanan."
Beliau selalu menyambung kekerabatan dan
tidak memprioritaskan orang yang paling mulia di antara mereka.
Abu Qatadah berkata, "Ketika beberapa
orang utusan raja Najasyi datang dan Nabi sendiri yang melayani mereka. Para sahabatnya berkata, "Biar kami saja yang
mengurus." Beliau menjawab, "Mereka adalah orang-orang memuliakan
teman-teman kita dan sendiri ingin membalasnya."
Abu Umamah berkata,
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسول الله مُتَوَكِّئاً
عَلَى عَصًا ، فَقُمْنَا لَهُ فَقَالَ : لاَ تَقُوْمُوْا كَمَا يَقُوْمُ الأَعَاجِمُ
، يُعَظِّمُ بَعْضُمُ ْبعْضًا
"Rasulullah keluar menemui kami dan
beliau bersandar kepada sebuah tongkat." Kami bangun untuk menyambut
beliau dan berkata kepada beliau, "Janganlah kalian berdiri sebagaimana
orang-orang asing. Masing-masing dari mereka saling mengagungkan."
Beliau bersabda,
إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ آكُلُ كَمَا يَأْكُلُ
الْعَبْدُ ، وَأَجْلِسُ كَمَا يَجْلِسُ الْعَبْدُ
"Aku hanyalah seorang hamba, aku makan
sebagaimana seorang hamba makan, aku duduk sebagaimana hamba duduk."
Beliau naik keledai dan ada yang membonceng
di belakangnya, menjenguk orang miskin, berkawan dengan orang-orang miskin,
duduk di antara para sahabatnya dan bercampur dengan mereka, di mana pun sebuah
majlis duduk di situlah beliau duduk."
Rasulullah pernah berangkat haji mengendarai
hewan dengan pakaian yang robek yang senilai empat Dirham. Beliau berkata,
اَللَّهُمَّ حَجَّةٌ لاَ رِيَاءَ فِيْهَا
وَلاَ سُمْعَةَ
"Ya Allah, (jadikan ini) haji yang
tanpa riya' (agar dilihat orang) dan tanpa sum'ah (agar didengar orang)."
Ketika menakhlukkan Mekah dan beliau
memasuki kota
itu beserta tentara kaum Muslimin, beliau menundukkan kepala sampai hampir
menyentuh kaki karena tawadhu' kepada Allah.
Beliau banyak diam, tidak berbicara kecuali
sangat perlu dan berpaling dari perkataan yang tidak baik.
Tertawannya adalah senyum dan ucapannya
adalah kemuliaan. Tidak lebih dan tidak kurang.
Ketika berada di sisi beliau, para tawa
sahabatnya adalah senyum, untuk menghormati dan meneladani beliau.
Majlis beliau
sangat santun dan menjaga amanah. Di majlis beliau tidak ada yang mengeraskan
suara dan tidak ada kehormatan yang dinodai.
Jika berbicara,
orang-orang yang duduk mendengarnya terpaku, seolah-olah di atas kepala mereka
ada burung.
Jika berjalan sedang, dari
jalannya diketahui bahwa beliau bukan orang reaksioner dan bukan pemalas.
Abu Halah berkata,
"Diamnya Rasulullah ada pada empat kondisi: kesantunan, kewaspadaan,
menghormati (orang lain), dan ketika berpikir."
Aisyah berkata, "Ketika
beliau dan ada yang menghitung pembicaraannya, ia mampu menghitungnya."
Baliau juga suka minyak wangi
dan bau harum serta sering mengenakannya.
Dunia menghampiri beliau
dengan semua ragamnya, kemenangan datang silih berganti, dan beliau berpaling
dari kemewahannya dan meninggal dunia sementara baju besinya tergadaikan kepada
seorang Yahudi karena untuk menghidupi keluarganya.
Manusia di antara Kebaikan dan Keburukan
Islam, sebagaimana risalah
samawiyah lainnya, pertama-tama risalah perbaikannya ditujukan untuk mendidik
jiwa manusia. Islam mengerahkan segenap tenaga untuk merasuki kedalaman jiwa
serta menanamkan ajarannya di hingga menempati salah satu ruang di dalam jiwa
itu.
Risalah para nabi tidak akan
kekal dan membentuk barisan kaum Mukminin di sekitarnya kecuali karena jiwa
manusia adalah tempat beramal dan inti aktivitasnya. Nilai dan ajarannya tidak
sekadar kulit yang menempel dan akan rontok karena pergerakan hidup ini, bukan
pula warna buatan yang pudar oleh berjalannya sang waktu. Bukan, mereka telah
mencampur ideologi mereka dengan sendi-sendi jiwa. Lalu prinsip-prinsip itu
menjadi kuat dapat mengontrol semua desas-desus jiwa manusia serta memantapkan
arah pandangnya.
Bisa jadi risalah-risalah
langit itu berbicara tentang masyarakat dengan semua kondisinya, pemerintahan
dengan semua modelnya, lalu ia menawarkan solusi untuk semua kebobrokan yang
menimpa.
Meski demikian tetap saja
semua agama itu tidak keluar dari karakternya, yang mengganggap jiwa yang baik
sebagai unsur penting untuk program perbaikan. Akhlak yang baik menjadi jaminan
abadi bagi keberlangsungan setiap budaya.
Ini bukan berarti menafikan
upaya orang-orang yang ingin membangun masyarakat dan negara, bahkan agama
meningkatkan kualitas perbaikan jiwa manusia demi menjaga hidup dan
membahagiakan orang hidup.
Jiwa yang rusak dapat
menimbulkan kekacauan dalam sebuah organisasi dan dapat membelokkan kepada
tujuan yang rendah. Sedangkan jiwa yang mulia dapat memelihara keunggulan
seseorang di tengah kondisi yang rusak serta memancarkan kecerdasan dari dalam.
Maka tingkah lakunya menjadi baik di tengah gelombang dan badai.
Seorang hakim yang bersih,
dengan keadilannya, dapat menyempurnakan kekurangan undang-undang. Sedangkan
seorang hakim yang buruk dapat membelokkan teks-teks yang sudah lurus.
Begitulah jiwa manusia saat menghadapi arus pemikiran di dalam dunia ini, keinginan
dan kepentingannya.
Maka dari itu, perbaikan jiwa
merupakan pilar utama untuk memenangkan kebaikan dalam hidup ini.
0 comments:
Posting Komentar