heroe

Rabu, 24 Oktober 2012

Hukum Shalat (part 1)


1. HUKUM, DAN KEUTAMAAN SHALAT SERTA HUKUM ORANG YANG MENINGGALKANNYA
Shalat adalah atau dari lima rukun Islam. Shalat merupakan tiang agama yang tidak akan tegak tanpanya. Shalat adalah ibadah pertama yang Allah wajibkan. Shalat adalah amal pertama yang diperhitungkan di hari kiamat. Shalat adalah wasiat terakhir Rasulullah saw kepada ummatnya ketika hendak meninggalkan dunia. Shalat adalah ajaran agama yang terakhir ditinggalkan.
Allah swt menyuruh memelihara shalat setiap saat, ketika mukim atau musafir, saat aman atau ketakutan. Firman Allah:
Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu`Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui..(QS. 238-239)

Sebagaimana Allah telah menjelaskan cara shalat di waktu perang, yang menegaskan bahwa shalat tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi yang paling genting. Firman Allah: 
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An Nisa:101-103)

Allah swt mengancam orang-orang yang mengabaikan shalat,

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS. Maryam: 59)

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, (QS. Al Ma’un: 4-5)

Rasulullah saw telah menjelaskan bahwa shalat menghapus kesalahan.
“Bagaimana pendapatmu jika ada sungai di depan pintu rumah di antaramu, mandi di sana lima kali sehari, apakah masih ada daki di tubuhnya? Mereka menjawab: tidak ada Ya Rasulallah. Sabda Nabi: itulah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus kesalahan denan shalat." HR Al Bukhari dan Muslim.

Ada beberapa hadits dari Rasulullah saw tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat, antara lain:
1.      Hadits Jabir ra berkata: Rasulullah saw bersabda: بين الرجلِ والكُفر تركُ الصَّلاة Batas antara kufur dengan seseorang adalah shalat. HR Muslim, Abu Daud, At Tirmidziy, Ibnu Majah dan Ahmad.

2.      Hadits Buraidah, berkata: Rasulullah saw bersabda:           
                                                 العهدُ الذي بيننا وبَينهم الصَّلاة، فمن تَركها فَقد كَفَر

“perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya, maka ia kafir.” HR. Ahmad dan Ashabussunan.

3.      Hadits Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqailiy, berkata: Para shahabat Nabi Muhammad saw tidak pernah menganggap amal yang jika ditinggalkan menjadi kafir selain shalat. HR. At Tirmidzi, Al Hakim dan menshahihkannya dengan standar Al Bukhari Muslim, 

Para sahabat dan para imam telah berijma’, bahwa barang siapa yang meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajibannya, atau melecehkannya hukumnya kafir murtad. Sedangkan jika
meninggalkannya dengan sengaja, tidak mengingkari kewajibannya, hukumnya kafir juga menurut
sebagian shahabat, antara lain: Umar bin Khaththab, Abdullah ibnu Mas’ud, Abdullah ibnu Abbas,
Mu’adz bin Jabal, demikian juga menurut imam Ahmad bin Hanbal. Sedangkan menurut jumhurul ulama,
bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan tidak mengingkari kewajibannya tidak membuatnya kafir,
akan tetapi fasik yang disuruh bertaubat, dan jika tidak mau bertaubat maka dihukum mati, bukan kafir
murtad menurut Asy Syafi’iy dan Malik. Abu Hanifah berkata: Tidak dibunuh tetapi dita’zir dan disekap
(dipenjara) sampai mau shalat.

Meskipun shalat tidak diwajibkan kecuali kepada muslim yang berakal, dan baligh, hanya saja ia dianjurkan untuk diperintahkan kepada anak-anak yang sudah berumur tujuh tahun, dan dipukul, jika tidak mengerjakannya setelah berusia sepuluh tahun, agar menjadi kebiasaannya. Seperti dalam hadits: “perintahkan anakmu shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah ia jika berusia sepuluh tahun, pisahkan tempat tidur mereka. HR Ahmad, Ab Daud, dan Al Hakim, yang mengatakan hadits ini shahih sesuai dengan persyaratan imam Muslim.

2.    WAKTU SHALAT
Shalat yang diwajibkan atas setiap muslim sehari semalam adalah lima waktu, sesuai dengan hadits seorang A’rabiy yang menemui Rasulullah saw dan bertanya: Ya Rasulullah beritahukan kepadaku tentang shalat fardhu yang telah Allah wajibkan kepadaku? Jawab Nabi: Shalat lima waktu, kecuali jika kamu beribadah sunnah”. Kemudian orang itu bertanya dan Rasulullah memebaritahukan beberapa syariat Islam. Orang itu berkata: Demi Allah yang telah memuliakanmu, saya tidak akan beribadah sunnah sedikitpun dan tidak akan mengurangi kewajiban sedikitpun. Lalu Rasulullah bersabda: «أفلحَ الأعرابيُّ إنْ صَدَق» Orang a’rabiy itu beruntung jika ia benar (dengan ucapannya). HR Al Bukhari dan Muslim.

Allah swt telah menetapkan waktu setiap shalat fardhu, dan memerintahkan kita untuk berdisiplin memeliharanya, dengan firman Allah: … Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. QS. An Nisa:103, waktu itu adalah:
1.      Shalat fajar, wakutnya sejak terbit fajar shadiq sehingga terbit matahari, disunnahkan pelaksanaannya di awal waktu menurut Syafi’iyah [1], inilah yang lebih shahih, dan disunnahkan melaksanakannya di akhir waktu meurut madzhab Hanafi.[2]
2.      Shalat zhuhur, waktunya sejak tergelincir matahari dari pertengahan langit, sehingga bayangan benda sama dengan aslinya. Disunnahkan mengakhirkannya ketika sangat panas, dan di awal waktu di selain itu. Seperti yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Anas ra.[3]
3.      Shalat ashar, waktunya sejak bayangan benda sama dengan aslinya, di luar bayangan waktu zawal, sampai terbenam matahari. Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu, dan makruh melaksanakannya setelah matahari menguning. Shalat ashar disebut shalat wustha.
4.      Shalat maghrib, waktunya sejak terbenam matahari, sehingga hilang rona merah. Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu,[4] dan diperbolehkan mengakhirkannya selama belum hilang rona merah di langit. 
5.      Shalat isya’, waktunya sejak hilang rona merak sehingga terbit fajar. Disunnahkan mengakhirkan pelaksanaannya hingga tengah malam. Diperbolehkan juga melaksanakannya setalah tengah malam, dan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan berbincang sesudahnya.
Dari Jabir bin Abdillah ra: Bahwa Rasulullah saw kedatangan Malaikat Jibril alaihissalam, dan berkata: Bangun lalu shalatlah, maka Rasulullah shalat zhuhur ketika matahari bergeser ke arah barat, kemudian Jibril as datang kembali di waktu ashar dan mengatakan: Bangun dan shalatlah. Maka Rasulullah saw shalat ashar ketika bayangan benda sudah sama dengan aslinya. Kemudian Jibril as mendatanginya di waktu maghrib ketika matahari terbenam, kemudian mendatanginya ketika isya’ dan mengatakan bangun dan shalatlah. Rasulullah shalat isya’ ketika telah hilang rona merah. Lalu Jibril mendatanginya waktu fajar ketika fajar sudah menyingsing. Keesokan harinya Jibril datang waktu zhuhur dan mengatakan: Bangun dan shalatlah. Rasulullah shalat zhuhur ketika bayangan benda telah sama dengan aslinya. Lalu Jibril mendatanginya waktu ashar dan berkata: Bangun dan shalatlah. Rasulullah saw shalat ashar ketika bayangan benda telah dua kali benda aslinya. Jibril as mendatanginya waktu maghrib di waktu yang sama dengan kemarin, tidak berubah. Kemudian Jibril mendatanginya di waktu isya’ ketika sudah berlalu separoh malam, atau sepertiga malam, lalu Rasulullah shalat isya’. Kemudian Jibril mendatanginya ketika sudah sangat terang, dan mengatakan: Bangun dan shalatlah. Maka Rasulullah shalat fajar. Kemudian Jibril as berkata: antara dua waktu itulah waktu shalat. HR Ahmad, An Nasa’I dan At Tirmidziy. Al Bukhari mengomentari hadits ini: Inilah hadits yang paling shahih tentang waktu shalat.
Waktu-waktu yang dijelaskan dalam hadits di atas adalah waktu jawaz (boleh), dan dalam kondisi udzur dan darurat, waktu shalat itu membentang sampai datang waktu shalat berikutnya. Kecuali waktu shalat fajar yang habis dengan terbitnya matahari. Seperti yang diriwayatkan dari Abudullah bin Amr bin Ash, bahwa Rasulullah saw bersabada: Waktu zhuhur itu ketika matahari telah bergeser sampai bayangan seseorang sama dengan tingginya, selama belum datang waktu ashar, dan waktu ashar itu selama matahari belum menguning, waktu maghrib selama belum hilang awan merah, waktu isya’ hingga tengah malam, dan waktu shubuh dari sejak terbit fajar sehingga terbit matahari….HR Muslim
·         Jika seorang muslim tertidur sebelum melaksanakan shalat fardhu atau lupa belum melaksanakannya, maka ia wajib melaksanakannya ketika ingat, seperti yang pernah disebutkan dalam hadits Rasulullah saw
·       Makruh hukumnya shalat sunnah setelah shubuh sehingga terbit matahari, dan sesudah ashar sehingga terbenam matahari. Sedangkan shalat fardhu maka sah hukumnya tanpa makruh. Dan menurut madzhab Syafi’iy tidak makruh shalat sunnah pada dua waktu ini jika ada sebab tertentu seperti tahiyyatul masjid. Sedangkan ketika matahari terbit, terbenam dan ketika tepat di tengah, maka hukum shalat di waktu itu tidak sah menurut madzhab Hanafi, baik shalat fardhu maupun sunnah, baik qadha maupun ada’ (bukan qadha). Dan menurut madzhab Syafi’iy makruh hukumnya shalat sunnah tanpa sebab. Kecuali jika sengaja shalat ketika sedang terbit atau saat terbenam, maka haram. Dan menurut madzhab Maliki haram hukumnya shalat sunnah pada waktu itu meskipun ada sebab. Tetapi diperbolehkan shalat fardhu baik qadha maupun ada’ pada saat terbit atau terbenam matahari. Sedang ketika saat matahari berada tepat di tengah maka hukumnya tidak makruh dan tidak haram.

3.    ADZAN DAN IQAMAT

Adzan artinya pemberitahuan tentang telah datang waktu shalat, dan lafadhnya adalah:
الله أكبر (4)
أشهد أن لا إله إلا الله (2)
أشهد أن محمداً رسول الله (2)
حيّ على الصلاة (2)
حيّ على الفلاح (2)
الله أكبر (2)
لا إله إلا الله.

sedang iqamat dengan menambahkan (حيَّ على الفلاح) setelah: قد قامت الصلاة (2x)

1. Adzan dan iqamat hukumnya sunnah muakkadah untuk melaksanakan shalat fardhu, bagi munfarid maupun berjamaah, menurut jumhurul ulama. Keduanya hukumnya wajib di masjid menurut imam Malik dan fardhu kifyaah menurut imam Ahmad

2. Disunahkan bagi yang mendengar adzn untuk menguapkan seperti yang diucapkan oleh muadzdzin kecuali dalam bacaan حيّ على الصلاة (2x) حيّ على الفلاح (2x) yang dijawab dengan
لا حولَ ولا قوة إلَّا بالله العلي العظي


kemudian bershalawat atas Nabi sesudah adzan dan mengucapkan :
اللهمَّ ربَّ هذهِ الدعوةِ التامَّةِ والصلاةِ القائمةِ آتِ مُحمّداً الوسيلة والفضيلة، وابعثه مقاماً محموداً الذي وعدته                  Ya Allah Pemiliki panggilan yang sempurna ini, dan shalat yang tegak. Berikan kepada Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan, berikan kepadanya tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan. HR. Al Bukhariy

3. Disunnahkan berdoa antara adzan dan iqamat. Di antara doa ma’tsur dalam hal ini adalah yang diriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqas, dari Rasulullah saw:”Barang siapa yang mengucapkan ketika mendengar mu’adzdzin:
                                    وأنا أشهد أن لا إله إلّا الله وحده لا شَريكَ له، وأن مُحمداً عَبده ورسوله، رَضيت بالله رباً، وبالإِسلامِ ديناً، وبمحمدٍ صلى الله عليه وسلم رسولاً، غَفر الله له ذُنوبه                                           
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa, Tiada sekutu baginya. Dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusannya. Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam agamaku, Nabi Muhammad saw sebagai utusan. Akan diampuni dosa-dosanya. HR Muslim dan At Tirmidziy.

4. Disunnahkan ada jarak antara adzan dan iqamat untuk memberi kesempatan orang hadir ke masjid. 

5. Diperbolehkan juga iqamat selain orang yang adzan[5]. Disunnahkan bagi yang mendengar qamat untuk menguapkan seperti yang dikatakan oleh orang yang qamat. Sebagaimana disunnahkan pula berdiri ketika orang yang qamat mengucapkan  (قد قامت الصلاة

6. Diajarkan bagi orang yang mengqadha shalat yang terlewatkan untuk adzan dan iqamat. Dan jika shalat yang ditinggalkan itu banyak maka adzan unutk shalat pertama dan qamat untuk setiap shalat.

7. Diperbolehkan berbicara dll antara qamat dan shalat, dan tidak mengulang iqamat meskipun penghalang itu panjang. Hal ini ditetapkan dalam As Sunnah seperti dalam riwayat Al Bukhariy

8. Wanita tidak disunnahkan adzan dan iqamat. Tetapi tidak apa-apa jika melakukannya. Aisyah ra pernah melakukannya seperti yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi.

4.      SYARAT SHALAT

Syarat shalat adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sebelum seseorang menunaikan shalat. Dan jika ada salah satu di antaranya tidak terpenuhi maka batal shalatnya. Syarat shalat itu mencakup;
  1. Mengetahui telah datang waktu, meskipun cukup dengan asumsi terkuat. Firman Allah:
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. An Nisa: 103


  1. Suci badan. Seperti dalam sabda Nabi:  «توضَّأْ واغسِل ذَكرَك» berwudhu dan basuhah kemaluanmu (dari madzi) HR Al Bukhari. Bersih pakaian, firman Allah: 
 Dan pakaianmu bersihkanlah, Al Muddatstsir : 4

bersih tempat, seperti dalam perintah Nabi untuk mengguyur bekas kencing orang  badui yang kencing di masjid.

  1. Bersih dari hadats kecil dan besar, dengan mandi dan wudhu. Seperti dalam firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, QS. Al Maidah: 6

  1. Menutup aurat, seperti dalam firman Allah;
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid. QS. Al A’raf: 31

Dan yang dimaksud dengan zienah adalah penutup aurat, dan yang dimaksud dengan masjid adalah shalat. Aurat laki-laki antara pusar dan lutut, dan uarat wanita seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.
  1. Menghadap kiblat langsung bagi yang dapat melihatnya langsung. Menghadap arahnya bagi yang tidak dapat melihat langsung. Dan wajib berusaha bagi orang yang sedang kebingungan arah kiblat. Namun ketika ketahuan salah setelah shalat tidak wajib mengulangnya, dan jika mengetahui kesalahan itu saat shalat, harus segera merubah dan menyempurnakannya. Kewajiban menghadap kiblat ini gugur bagi  orang yang terpaksa, sakit, ketakutan, shalat sunnah di atas kendaraan. Rasulullah saw shalat menghadap ke mana saja, dengan menundukkan kepalanya. Tetapi tidak dalam shalat wajib. HR Al Bukhari.

5.   RUKUN SHALAT
Rukun shalat juga disebut dengan fara’idhushshalat adalah amal perbuatan yang dilakukan selama dalam shalat, jika salah satunya ditinggalkan maka batal shalatnya. Rukun shalat itu mencakup:
  1. Niat, yaitu berniat melaksanakan shalat yang dimaksud. Niat adanya di hati. Oleh sebab itu tidak disyaratkan melafalkannya, dan tidak ada teks niat yang diajarkan oleh Rasulullah saw
  2. Takbiratul Ihram; yaitu takbir tanda masuk amaliah shalat. Lafalnya : “Allahu Akbar”. Seperti yang dikatakan oleh Rasulullah saw.
: «مفتاح الصلاة الطهور، وتحريمها التكبير، وتحليلها التسليم»
“Kunci pembuka shalat adalah bersuci, mulainya adalah takbir dan selesainya dengan bersalam”. HR Al Khamsah, kecuali An Nasa’iy dishahihkan oleh At Tirmidzi dan Al Hakim.
  1. Berdiri; bagi orang yang mampu berdiri dalam shalat fardhu. Sabda Nabi:
« صَلِّ قائِماً، فإن لَم تَستَطِع فقاعداً، فإنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فعلى جَنْب »
Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka dengan berbaring. HR. Al Bukhari.
Sedangkan untuk shalat sunnah maka diperbolehkan dengan duduk meskipun mampu berdiri; hanya nilai shalat duduk itu setengah shalat berdiri. HR Al Bukhari dan Muslim
  1. Membaca surah Al Fatihah setiap rakaat fardhu maupun sunnah.[6] Sabda Nabi:
« لا صَلاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرأ بِفَاتِحَةِ الكِتاب »
Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Al Fatihah. HR Al Jama’ah
  1. Ruku’; yaitu membungkukkan badan sehingga tangan mampu menyentuh lutut, dengan thuma’ninah. Sabda Nabi:
« ثم اركَعْ حتى تَطْمَئِنَّ رَاكِعاً ». متفق عليه.
Lalu ruku’lah sehingga kamu tenang ruku’. Muttafaq alaih
  1. Bangun ruku’ dan berdiri tegak. Sabda Nabi:
« ثم ارفَع حتى تَعْتَدل قائماً » متفق عليه.
Kemudian bangunlah sehingga kamu berdiri tegak. Muttafaq alaih
  1. Dua kali sujud setia rakaatnya dengan thuma’ninah.
« ثمّ اسجُد حتى تَطْمَئِنّ ساجدا ً»، متفق عليه
Lalu sujudlah sehingga benar-benar sujud dengan thuma’ninah. Muttafaq alaih
Kesempurnaan sujud dengan tujuh anggota badan yaitu: wajah, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki. HR Abu Daud dan At Tirmidziy
  1. Duduk akhir dan membaca tasyahhud, yang lafalnya:

« التَّحيات لله والصَّلوات والطَّيبات، السلام عليكَ أيُّها النَّبي ورحمةُ الله وبركاتُه، السَّلامُ علينا وعلى عِبادِ الله الصالحين، أشهد أن لا إله إلّا الله، وأشهد أن مُحمداً عبدُه ورسولُه...» رواه الجماعة

Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW setelah tasyahhud,[7] menurut madzhab Syafi’iy
  1. Salam, seperti dalam hadits Nabi :
: «مفتاح الصلاة الطهور، وتحريمها التكبير، وتحليلها التسليم»
“Kunci pembuka shalat adalah bersuci, mulainya adalah takbir dan selesainya dengan bersalam”. HR Al Khamsah, kecuali An Nasa’iy dishahihkan oleh At Tirmidzi dan Al Hakim.
Sebagaimana telah disebutkan dari Rasulullah saw yang salam sekali, dan dua kali dalam beberapa hadits.
  1. Tartib, berurutan sesuai yang disebutkan di atas.

6.   SUNNAH SHALAT

Sunnah shalat adalah amalah yang dianjurkan untuk diamalkan dalam shalat agar mendapatkan pahala lebih banyak, dan jika ditinggalkan tidak membatalkan shalatnya, yaitu:
  1. Mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, sehingga jari jempol setinggi daun telinga, atau bahunya, bagian dalam telapak tangan menghadap kiblat. Mengangkat tangan ini juga disunnahkan ketika hendak ruku’ dan bangun ruku’. Menurut jumhurul ulama. Tidak ada yang berbeda kecuali madzhab Hanafi dan sebagian madzhab Malikiy.
  2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada, atau di bawahnya, atau di bawah pusar. Semua ini bersumber dari Rasulullah saw. Sebagaimana melepaskan kedua tangan itu.
  3. Membuka shalat setelah takbiratul ihram dengan do’a istiftah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, di antaranya:

- « سبحانك اللَّهُمّ وبحمدِك وتَبارك اسمك وتَعالى جَدُّك ولا إله غيرك »، رواه أبو داود والحاكم وصحّحه ووافقه الذهبي.
- « وَجَّهت وجهي لِلَّذي فطر السماوات والأرضَ حنيفاً ومَا أَنَا من المشْركين، إنَّ صلاتي ونسُكِي ومَحْيَاي ومَماتي لِلَّهِ ربِّ العالمين، لا شَريك له، وبذلك أمرت وأنا مِن المسلمِين »، رواه مسلم وأبو داود والنسائي وابن حِبان وأحمد والطَّبراني والشافعي

  1. Membaca isti’adzah yaitu: (أعوذُ بِالله من الشيطانِ الرجيم)  setelah membaca doa iftitah, dan sebelum membaca AL Fatihah  di rakaat pertama. Dan tidak apa-apa jika dibaca setiap rakaat sebelum membaca.
  2. Membaca Amin setelah membaca Al Fatihah, baik mejadi imam, makmum maupun sendirian. Dengan suara keras pada shalat jahriyah, dan pelan pada shalat sirriyah. Setelah imam tidak boleh mendahuluinya atau terlalu lama ketinggalan.
  3. Membaca sebagian Al Qur’an setelah surah Al Fatihah, kecuali pada rakaat ketiga dan keempat, yang cukup dengan surah Al Fatihah. Membaca Al Qur’an yang disukai sedikit atau banyak. Satu surat sempurna atau sebagiannya. Semua ini bersumber dari Rasulullah. Disunnahkan membaca pada rakaat pertama lebih panjang daripada rakaat kedua. Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw membaca surah-surah pendek pada shalat maghrib, sebagaimana pernah membaca surah surah Al A’raf, As Shaffat, dan Ad Dukhan. Disunnahkan pula memperindah suara ketika membaca Al Qur’an, waqaf setiap ayat. Ketika melewati ayat rahmat disunnahkan berdoa meminta anugerah Allah. Dan jika melintasi ayat adzab disunnahkan memohon perlindungan Allah darinya. Disunnahkan pula mengeraskan bacaan shalat subuh, jum’at, dua rakaat awal maghrib dan isya’, dan tidak bersuara pada shalat selainnya. Sedangkan dalam shalat sunnah disunnahka sirriyah pada shalat siang hari, dan jahriyah waktu tahajju, qiyamullail. Jahriyyah dan sirriyah pada tempat masing-masing adalah sunnah haiah shalat. Jika ditinggalkan dengan sengaja atau lupa, tidak mempengaruhi shalat.
Sedangkan bagi makmum wajib mendengarkan dan memperhatikan imam yang membaca daengan jahriyyah. Makmum membaca Al Qur’an ketika makmum membacanya dengan sirriyah, karena firman Allah:
Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.QS. Al A’raf: 204

Dan hadits Nabi:
« وإذا كبَّر الإِمام فكبِّروا، وإذا قَرأ فأنصتوا »، صحَّحه مسلم
Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan jika ia membaca maka (Al Qur’an) maka dengarkanlah. Dishahihkan oleh imam Muslim. [8]
  1. Disunnahkan bertakbir setiap turun naik, berdiri dan duduk, kecuali bangun ruku’. Dalam ruku’ disunnahkan rata antara kepala dan punggung, menggunakan kedua tangan bertumpu ke lutut, dengan membentangkan jari-jari, disertai dzikir, 
(سبحانَ ربي العَظيم)  3x atau lebih, atau dengan redaksi lain yang bersumber dari Rasulullah saw seperti:
 (سُبُّوحٌ قُدّوس رَبُّ الملائِكَة والرُّوح)،
(اللهمَّ لك ركعتُ، وبكَ آمنت، ولكَ أسلمت، أنت ربي، خَشع لك سَمعي وبَصري، ومُخِّي وعَظمي وعَصبي، وما استقلت به قَدمي لله رب العالمين)
  1. Disunnahkan ketika bangun ruku’ membaca : (سَمع الله لمن حَمِده)
Dan ketika sudah berdiri tegak membaca: (اللّهمّ ربَّنا ولكَ الحمد)
(اللهمَّ ربنا لك الحمد حَمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه) Atau kalimat lain yang bersumber dari Rasulullah saw
  1. Mendahulukan lutut sebelum tangan ketika hendak bersujud, menempelkan hiudng, dahi dan kedua telapak tangan ke tanah (alas shalat) dengan menjauhkan kedua tangannya dari lambung, meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan telinga atau punggung, membuka jari-jari tangannya dan menghadapkanya ke kiblat. Minimal yang dibaca dalam sujud adalah  (سبحانَ ربي الأعلى)  dan dperbolehkan menambah tabih, dzikir, dan do’a khusus yang bersumber dari Rasulullah saw, seperti:
- اللّهمّ لك سجدتُ وبك آمنت، ولك أسلمت وأنت ربي، سَجد وجهي للذي خَلقه وصوَّره فأحسَن صوره، وشقَّ سَمعه وبصره فتباركَ الله أحسنُ الخالقين. رواه مسلم
  1. Duduk antara dua sujud dengan duduk IFTIRASY (duduk di atas kaki kiri) kaki kanan tegak, dan jari-jari kaki kanan menghadap kiblat, dengan membaca do’a ma’tsur(bersumber dari Nabi), antara lain:
(اللهمّ اغفر لي وارحَمني وعافِني واهدِنِي وارزُقني) رواه الترمذي

Menurut madzhab Syafi’iy, disunnahkan pula duduk istirahat setelah sujud kedua sebelum bangun, untuk rakaat yang tidak ada tasyahhud.
  1. Tasyahhud awal  (wajib menurut madzhab Hannafi) dengan duduk iftirasy, meletakkan tangan kanan di atas paha kanan dan tangan kiri di atas paha kiri, menunjuk dengan jari telunjuk kanan. Disunnahkan agak lebih cepat.
  2. Duduk tawarruk untuk tasyahhud akhir, yaitu dengan mendorong kaki kiri ke depan, mendirikan kaki kanan, dan duduk di tempat shalat (HR. Al Bukhari). Sebagaimana disunnahkan pula bershalawat keapda Nabi setelah tasyahhud dengan shalawat Ibrahimiyyah.
  3. Berdo’a sebelum salam dengan do’a am’tsur, antara lain:
« اللهمَّ اغفر لي ما قَدَّمتُ وما أخَّرت، وما أسْرَرت وما أعْلنت، وما أسرفْت وما أنتَ أعلم به مني، أنتَ المقدِّم وأنت المؤخِّر لا إله إلّا أنت ». رواه مسلم.
- « اللهمَّ إني أعوذ بك من عذاب جهنَّم، ومن عذاب القبر، ومن فتنةِ المَحيا والمَمات، ومن شَرِّ فتنةِ المسيح الدَّجال»، رواه مسلم.

  1. Memperbanyak dzikir setelah salam dengan dzikir ma’tsur, antara lain: 
- « اللَّهم أنتَ السلام ومنك السلام، تَباركت يا ذا الجلال والإِكرام »، رواه مسلم.
- « من سَبَّح في دُبر كلِّ صلاةٍ ثلاثاً وثَلاثين، وحَمد الله ثلاثاً وثلاثين، وكبَّر الله ثلاثاً وثلاثين، فتلك تِسعة وتِسعون، وقال تمام المائة: لا إله إلا الله وَحده لا شَريك له، لَه الملك ولَه الحمد وهو على كلِّ شيء قَدير، غُفرت خطاياه وإن كَانت مثل زَبد البَحر»، رواه مسلم.
- « اللهمّ أعنِّي على ذِكركَ وشُكرِكَ وحسنِ عبادَتك »، رواه أحمد وأبو داود والنّسائي.
- «لا إله إلا الله وَحده لا شَريكَ له، له المُلك ولَه الحَمد وهو على كلِّ شيءٍ قَدير، اللهم لا مانِع لما أَعطيت، ولا مُعطِي لما مَنَعت، ولا يَنْفَع ذا الجَدِّ مِنكَ الجَدُّ». رواه الشيخان.

7.   HAL-HAL YANG MAKRUH DALAM SHALAT

  1. Meninggalkan salah satu sunnah yang tersebut di atas
  2. Menggaruk-garuk baju atau anggota badan tanpa ada udzur
  3. Melihat ke atas –seperti yang diriwayatkan imam Al Bukhari-
  4. Memakai atau menghadap sesuatu yang mengganggu konsentrasi shalat –seperti yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhariy-
  5. Shalat di tempat sampah, tempat pemotongan hewan, kuburan, jalanan, kamar mandi, peristirahatan onta, di atas ka’bah (HR Muslim)
  6. Memakai baju yang terbuka leher; menggulung lengan baju panjang; shalat dengan pakaian kerja padahal ada pakaian lain. Karena hal ini meninggalkan adab.
  7. Takhashshur – meletakkan tangan di pinggang- para ulama memakruhkannya kecuali imam Ibnu Majah-
  8. Menggunakan lengan tangan untuk tumpua ketika sujud  -makruh menurut jama’ah ulama-
  9. Ash Shaqd (berdiri dengan merapatkan kedua kaki; ash shaqn- berdiri dengan satu kaki
  10. Membaca surah (setelah Al fatihah) di rakaat kedua, sebelum surat di rakaat pertama (dalam urutan mushaf
  11. Sujud di atas tutup kepala yang menghalangi dahi dan tanah (tempat sujud)[9], mengusap bekas sujud selama dalam shalat –diriwayatkan oleh Ibnu Majah
  12. Miring ketika shalat, karena menyerupai Yahudi (riwayat Al Bukhari); menguap (riwayat imam Muslim dan At Tirmidzi), disunnahkan menutup dengan tangan ketika shalat atau di luar shalat
  13. Shalat dengan menahan hadats,[10] atau berhadapan dengan makanan (riwayat imam Muslim dan Abu Daud); atau ketika sangat mengantuk (riwayat Al Jama’ah)
  14. Memanjangkan kain sampai ke tanah; menutup mulut (riwayat lima imam dan Al Hakim)

8.    HAL-HAL YANG MUBAH (DIPERBOLEHKAN) DALAM SHALAT

  1. Menangis, merintih, seperti dalam firman Allah:
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. QS. Maryam: 58

Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw menangis ketika shalat, Abu Bakar juga menangis salam shalatnya. Diriwayatkan pula bahwa Umar ra shalat shubuh dan membaca surah Yusuf, sehingga sampai pada ayat:
Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah Aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, QS. Yusuf: 86
terdengar suara tangisnya.
Menurut madzhab Syafi’iy, jika dalam tangisnya itu ada terdengar satu atau dua huruf yang tidak difahami maka batal shalatnya.

  1. Menoleh dengan wajah ketika diperlukan saja. Sebab jika tidak ada kebutuhan yang mendesak masuk dalam kategori,
«اختلاس يَختلسه الشيطان من صلاةِ العَبد» رواه البخاري 
celingukan karena godaan syetan. Dan jika memalingkan dadanya dari arah kiblat, maka batal shalatnya.
  1. Membunuh hewan yang membahayakan, karena hadits Nabi:
«اقتلوا الأسودين في الصَّلاة، الحيَّة والعَقْرب»، رواه أصحاب السنن.
Bunuhlah dua hewan hitam dalam shalat, ular dan kala jengking.
  1. Berjalan sedikit karena ada kebutuhan tanpa merubah posisi dari arah kiblat. Rasulullan saw pernah melakukannya sebagaimana riwayat imam Ahmad, Abu Daud, At Tirmidziy dan An Nasa’iy, dari Aisyah ra, dengan syarat kurang dari tiga langkah pindah, atau tiga gerakan.
  2. Membawa anak kecil dengan digendong sambil shalat. Hal ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, An Nasa’iy, Al Hakim dan Muslim dari Rasulullah saw
  3. Mengingatkan Al Fatihah imam jika kelupaan, atau salah dalam membaca. Abu Daud meriwayatkan kebolehannya. Bertahmid bagi orang yang bersin, Rasulullah saw pernah memperbolehkannya kepad Rifa’ah seperti diriwayatkan oleh Al Bukhari, An Nasa’iy dan At Tirmidziy. Demikian juga diperbolehkan tasbih bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi wanita untuk mengingatkan. Sseperti diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Daud, dan An Nasa’iy.
  4. Sujud di atas sorban atau pakaian yang dikenakan karena kondisi tertentu (seperti sangat panas). Rasulullah saw pernah melakukannya seperti yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dengan sanad yang sahih.
  5. Membaca Al Qur’an dengan memegang mushaf. Seperti yang diriwayatkan oleh imam Malik. Hal ini menjadi madzhab imam Syafi’iy
  6. Menghentikan shalat karena untuk membunuh binatang yang membahayakan, atau mengembalikan hewan (kendaraan) yang kabur, atau takut kehilangan barang, atau menahan buang air besar dan kecil, atau karena panggilan salah satu orang tua jika khawatir bahaya. Bahkan wajib menghentikan shalat untuk menolong orang yang dalam bahaya, atau karena akan terjadi bahaya besar pada seseorang, atau kebakaran.

9.    HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

  1. Meninggalkan salah satu syarat shalat, atau rukunnya. Seperti sabda Rasulullah saw kepada orang a’rabiy (badui)  yang tidak bagus shalatnya:
«ارجع فصلِّ فإنك لم تصلِّ» رواه الشيخان
Kembalilah shalat karena kamu belum shalat. HR Asy Syaikhani.
Diantaranya adalah terbuka aurat, berubah arah kiblat, berhadats saat shalat.
  1. Makan minum dengan sengaja meskipun sedikit. Sedang jika terjadi karena lupa, atau tidak tahu, atau ada selilit di antara gigi yang ditelan, maka itu tidak membatalkan menurut madzhab Syafi’iy dan Hanbali.
  2. Sengaja berbicara di laur bacaan shalat. Sedang jika dilakukan karena tidak tahu hukumnya, atau lupa maka tidak membatalkan shalat, seperti dalam hadits Muawiyah bin Al Hakam As Salamiy, yang berbicara ketika shalat karena tidak tahu hukumnya, dan Rasulullah tidak menyuruhnya mengulang shalat, tetapi mengatakan kepadanya:
: «إنَّ هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هي التَّسبيح والتكبير وقراءة القرآن»، رواه أحمد ومسلم وأبو داود والنسائي
Sesungguhnya shalat ini tidak baik untuk bicara dengan sesama manusia, sesungguhnya ia adalah tasbih, takbir, dan membaca Al Qur’an. HR Ahmad, Muslim, Abu Daud dan An Nasa’iy
  1. Banyak bergerak dengan sengaja atau lupa di luar gerakan shalat. Tetapi jika terpaksa seperti menolang orang dalam bahaya, menyelamatkan orang yang hendak tenggelam, ia wajib menghentikan shalatnya.
  2. Tertawa dan terbahak-bahak keduanya membatalkan shalat. Tertawa adalah yang terdengar orang yang melakukan itu saja, sedang terbahak-bahak adalah yang terdengar orang lain. Sedang tersenyum tidak membatalkan.
  3. Salah baca yang merubah makna dengan perubahan yang keji, atau kalimat kufur.
  4. Makmum yang ketinggalan dua rukun fi’liyah dengan sengaja tanpa sebab, atau mendahuluinya dengan dua rukun fi’liyah menurut madzhab Syafi’iy meskipun ada sebab. Seperti jika imam membaca dengan cepat sehingga makmum di belakangnya ketinggalan asal tidak lebih dari tiga rukun dimaksud.
  5. Mengingatkan bacaan bukan imamnya. Atau imam membetulkan bacaan orang yang tidak ikut shalat bersamanya menurut madzhab Hanafi.
10.   KAIFIYAH SHALAT (BAGAIMANA ANDA SHALAT)

Rasulullah saw bersabda:
  «صَلّوا كما رأيتموني أُصلي» متفق عليه
Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat. Hadits Muttafaq alaih.

Dan berikut ini akan kamu sebutkan amaliyah shalat secara berurutan dari pertama sampai terakhir, dengan disertai statusnya (fardhu) atau (sunnah) sesuai dengan pilihan pada fashal-fashal sebelumnya.
Setelah yakin waktu shalat sudah masuk, telah bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, kemudian melakukan hal-hal berikut ini :
1.      Niat shalat yang hendak ditunaikan (fardhu)
2.      Mengangkat kedua tangan sehingga ibu jari setinggi telinga atau bahu, telapak tangan menghadap kiblat (sunnah) kemudian bertakbiratul ihram, yang lafadlnya “ALLAHU AKBAR” (fardhu)
3.      Masih beridri (fardhu) tegak menghadapkan wajhanya ke arah sujud, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas pusar, membuka kedua kakinya kira-kira empat jari (sunnah)
4.      Membaca doa iftitah, dengan salah satu lafadh yang ada (sunnah)
5.      Membaca isti’adzah dengan sirriyah (suara pelan), mengeraskan atau membaca pelan basmalah sebelum Al Fatihah di setiap rakaat. (sunnah)
6.      Membaca surah Al Fatihah setiap rakaat shalat fardhu atau shalat sunnah (fardhu) jika sebagai imam atau shalat sendirian. Sedang jika sebagai makmum, maka membaca Al Fatihah ketika imam membacanya siririyah (pelan) dan mendengarkan bacaan imam ketika membacanya jahriyah.
7.      Membaca satu surah atau ayat dari Al Qur’an setelah membaca Al Fatihah pada dua rakaat pertama setiap shaat (sunnah)
8.      Bertakbir (sunnah) lalau ruku’ (fardhu) dengan mengangkat kedua tangan (sunnah) bertasbih (sunnah) thuma’ninah ketika ruku’ (fardhu)
9.      Bangun ruku’ dan berdiri tegak (fardhu) dan memabaca : 
(سَمع الله لمن حَمِده، رَبَّنا ولَك الحمد)  dengan mengangkat kedua tangan (sunnah)
10.  Bertakbir (sunnah) turun untuk bersujud (fardhu) dengan memperhatikan sunnah cara bersujud, memperbanyak dzikir (sunnah)
11.  Bertakbir (sunnah) mengangkat kepala dan duduk (fardhu) dengan memperhatikan sunnah, lalu bertakbir (sunnah) dan sujud lagi (fardhu), bertakbir (sunnah) dan bangun dari sujud dengan mengangkat kedua tangan sebelum kedua kaki (sunnah) untuk meneruskan rakaat kedua.
12.  Pada rakaat kedua melakukan apa yang sudah di lakukan pada rakaat pertama, sesudah itu duduk untuk tasyahhud awal, dan bershalawat atas Nabi Muhammad saw (sunnah)
13.   Pada rakaat ketiga dan keempat, cukup dengan membaca surah Al Fatihah dengan sirriyah, meskipun dalam shalat jahriyah. Kemudian duduk tasyahhud akhir (fardhu) bershalawat atas Rasulullah saw (sunnah), berdo’a sebelum salam dengan doa ma’tsur yang disukai.
14.  Salam ke sisi kanan (fardhu) lalu ke kiri (sunnah), memperbanyak dzikir ma’tzur sesudah salam (sunnah).
وَقَد روى أبو هُريرة رَضي الله عنه قال: دَخل رجل المسجد فَصلى، ثم جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم يسلِّم، فرد عليه السلَّام، وقال: «ارجع فصلِّ فإنَّك لم تُصَلِّ» فرجع، ففعل ذلك ثَلاث مرات. قال: فقال: والذي بَعثك بالحقّ ما أُحسن غيرَ هذا، فعلِّمني. قال؛ « إذا قُمتَ إلى الصَّلاة فكبِّر، ثم اقرأ ما تَيسَّر مَعك من القُرآن، ثم اركَع حتى تَطمئِنَّ راكِعاً، ثم ارفَع حتى تَعتَدِل قائماً، ثم اسجُد حتى تَطمئِنَّ ساجداً، ثم ارفع حتى تَطمئِنَّ جالِساً، ثم اسجُد حتى تَطْمئِنَّ ساجِداً ثم افعَل ذلك في صَلاتِكَ كُلِّها »، رواه أحمد والشيخان

Abu Hurairah ra meriwayatkan: Ada seseorang masuk masjid lalu ia shalat, kemudian datanga menemui Nabi Muhammad saw, memberi salam, dan Nabi menjawab salamnya, dan bersabda: “Kembalilah shalat karena kamu belum shalat” lalu ia mengulanginya sampai tiga kali. Abu Hurairah berkata: Orang itu mengatakan: “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar. Saya tidak bisa shalat yang lebih baik lagi, maka ajarilah aku. Nabi bersabda: “Jika kamu berdiri shalat maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al Qur’an yang paling mudah bagimu, kemudian ruku’lah sehingga thuma’ninah ruku’, kemudian bangunlah sehingga berdiri tegak, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah sujud, kemudian bangunlah sehingga tuma’ninah duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah sujud, kemudian lakukan itu dalam seluruh shalatmu”. HR Asy Syaikhani




[1] Hujjah Imam Syafi;I adalah hadits Ibnu Mas’ud, Bahwa Rasulullah saw shalat shubuh pertama di awal waktu, lalu shalat hari berikutnya di akhir waktu, kemudian shalat Rasulullah pada saat masih gelap setelah itu sampai wafat. HR Al Baihaqi, dengan sanad shahih. Juga hadits Aisyah ra: “Bahwasannya para wanita mukminah kembali ke rumahnya setelah shalat shubuh bersama Nabi Muhammad saw, mereka tidak dapat dikenali karnea masih gelap. HR Al Jama’ah
[2] dalil madzhab Hanafi adalah hadits: Akhirkan shalat fajar, sesungguhnya ia lebih besar pahalanya.” HR Al Khamsah dan disahihkan oleh At Tirmidziy
[3] Adalah Rasulullah jika di saat sangat dingin mensegerakan shalat dan jika di waktu sangat pamas menunda sehingga agak dingin ketika shalat
[4] Hadits Rafi’ bin Khudaij: Kami shalat maghrib bersama Rasulullah saw, ketika selesai shalat di antara kami masih melihat letak sandalnya. HR Muslim.
[5] hadits yang menyatakan: Barang siapa adzan dia yang qamat, adalah dhaif
[6] Membaca surah Al Fatihah hukumnya wajib bagi imam atau munfarid (shalat sendirian) menurut kesepakatan Ulama. Sedang ma’mum, hukum membaca Al Fatihah adalah wajib menurut madzhab Syafi’iy, makruh menurut madzhab Hanafiy, karena firman Allah:
Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.QS. Al A’raf: 204

Sedangkan menurut madzhab Malikiy dan Hanbali, maka ma’mum wajib membaca Al Fatihah dalam shalat sirriyah (tidak bersuara) dan mendengarkan dalam shalat jahriyah. Makmum sebaiknya membacanya saat imam diam (antara dua bacaan).
[7] Minimal berbunyi:
اللهم صلِّ علىمحمد
Dan yang sempurna adalah:
( اللهم صل على محمد وعلى آل محمدٍ ، كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم ، وبارك على محمد وعلى آل محمد ، كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم ، في العالمين ، إنك حميدُ مجيد )
Hukumnya sunnah menurut madzhab Hanafiy, dan tidak termasuk dalam rukun shalat.
[8] Ini menurut madzhab Maliki, sedang menurut madzhab Syafi’iy mewajibkan membaca Al Fatihah setiap rakaat di belakang imam. Sedang madzhab Hanafi melerang membaca di belakang imam, baik dalam shalat jahriyah mauoun sirriyah.
[9] Batal menurut madzhab Syafii
[10] Kencing dan buang air besar

Sumber:

  1. fiqhus Sunnah karangan Sayyid Sabiq
  2. Al Iqna` Syarhu Alfadzi Abi Syuja

0 comments:

Posting Komentar