heroe

Rabu, 24 Oktober 2012

TASAWUF: Ditengah Derasnya Aliran Keagamaan

Maraknya pemberitaan belakangan ini terkait dengan aliran kepercayaan hingga sampai pada fatwa suatu kepercayaan dianggap sesat dan menyesatkan merupakan bagian dari problematika persoalan umat Islam kontemporer dewasa ini. Tidak hanya yang terjadi di kalangan umat Islam Indonesia, namun hampir bisa dikatakan meliputi umat Islam secara global. Walaupun sebenarnya isu mengenai aliran kepercayaan bukan merupakan persoalan yang baru bagi kehidupan masyarakat dalam hal ini umat Islam, bahkan ada yang berkesimpulan dengan beragamnya metode keagamaan yang ada merupakan bagian dari khasanah pemikiran Islam dari kehidupan umat Islam dari masa kemasa.

Namun, menjadi menarik ketika persoalan terkait hal ini muncul pada saat sekarang ini. Dimana tantangan jaman terus berubah pesat yang cenderung menyeret manusia kearah kehidupan yang hedonis, materialistis, dan logis hingga menuntut manusia untuk merespon perubahan tersebut. Beragam cara dan bentuk reaksi dalam menyikapi perubahan ini merupakan hal yang sudah dianggap wajar dan lumrah bagi manusia-manusia yang memiliki mainset terbuka, sehingga mereka mampu bersikap khusnuzhan, toleran bahkan responsif dengan mencari solusi yang paling tepat dari berbagai persoalan yang ada dengan tetap berpegang pada nilai-nilai universal yang terkandung dalam ajaran islam munaqasheed asyari’ah. Namun perubahan yang ada menjadi sesuatu yang mengerikan, menakutkan, menegangkan, bagi orang-orang yang memiliki mainset tertutup terhadap perubahan zaman yang tidak dapat dielakan ini. Hingga mengesankan anti terhadap perubahan. Belum lagi ditambah dengan fanatisme serta pemahaman keagamaan yang sempit, maka mereka pun cenderung lebih mengedepankan sikap suudzhan, antipati, emosional, yang berujung pada tindakan kekerasan, anarkisme dan permusuhan.



Perkembangan zaman yang begitu cepat dengan berbagai perubahan yang terjadi di hampir seluruh sendi kehidupan merupakan tantangan tersendiri bagi kita umat Islam. Kehidupan hedonis dan materialistis sebagai bagian dari dampak langsung perubahan yang ada sekarang ini membuat banyak diantara kita yang merasa ‘gersang’ secara spiritual. Maka untuk menemukan ‘oase’ kebahagiaan spiritual yang dibutuhkan tersebut mereka-mereka melakukan ‘pencarian’ yang terkadang menghasilkan ‘aliran kepercayaan’ yang dianggap baru dan asing. Sebagaimana ramai diberitakan oleh berbagai media dalam beberapa waktu belakangan ini. Namun ada juga manusia-manusia yang merespon gegap gempita perubahan zaman yang ada sekarang ini dengan melakukan pencarian jatidiri, ketuhanan, atau kebahagiaan spiritual melalui ‘keheningan’ ditengah arus tekhnologi informasi yang tak terelakan. Mereka melakukan ‘pencarian’ dengan metode yang sudah sering kita dengar ‘tasawuf’. Dr. Yusuf Al-Qardhawi, dalam penjelasanya terkait dengan hakikat dari tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian rohaniah, ubudiah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu. Banyak pendapat baik yang pro maupun kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakam paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu.

Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Seperti diketahui dalam sejarah, pada abad ke-8 Masehi (abad II Hijriah) zahid besar seperti Hasan al Basri, Abu Hasyim al Kufi, Saufyan as Sauri, Fudail bin Iyad, Rabi’ah al ‘Adawiyah dan Ma’ruf Al Karkhi dan lebih-lebih mereka yang hidup pada abad berikutnya seperti Al Bistami, Al Hallaj, Junaidi Al Baghdadi, Al Harawi, Al Ghazali, Ibnu Sab’in, Ibnu Arabi, Ibnu Al Farid, Jalaludin Rumi dan seterusnya, mereka telah mengolah dan mengembangkan sikap atau emosi agama dalam hati mereka dan kesungguhan yang luar biasa. Dengan tekanan yang berfariasi mereka telah mengembangkan emosi takut kepada Tuhan atau azab-Nya, sikap zuhud, wara, qana’ah, sikap sabar dalam menahan suka duka kehidupan di jalan Tuhan, emosi ridho pada Tuhan, sikap ingat selalu kepada-Nya, sikap khusuk dalam beribadah, emosi cinta kepada-Nya dan lain-lain, sedemikian rupa sehingga mereka betul-betul merasakan kehadiran Allah SWT dalam hati mereka atau merasa sangat dekat dengan-Nya.

Secara Etimologi Tasawuf atau Sufisme berasal dari bahasa Arab, setidaknya ada tiga akar kata dari Sufi yang paling mendekati; Pertama berasal dari kata Suf (wol: bulu domba yang kasar). Pada masa lalu di kawasan Arab dan sekitarnya mengenakan pakain dari bulu domba merupakan simbol kesederhanaan yang biasa dikenakan dikalangan miskin. Dan yang memakainya dapat disebut sufi atau mutasawwif. Kedua Sufi berasal dari akar kata dari Safa (yang berarti kemurnian). Hal ini menaruh penekanan Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa Ketiga bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa. Namun ada juga Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.

Sedangkan pengertian secara umum Tasawuf atau Sufisme adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Agama-agama di dunia ini banyak sekali yang menganut berbagai macam tasawuf, di antaranya ada sebagian orang India yang amat fakir. Mereka condong menyiksa diri sendiri demi membersihkan jiwa dan meningkatkan amal ibadatnya. Dalam agama Kristen terdapat aliran tasawuf khususnya bagi para pendeta. Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin. Di Persia ada aliran yang bernama Mani'; dan di negeri-negeri lainnya banyak aliran ekstrim di bidang rohaniah. Kemudian Islam datang dengan membawa perimbangan yang paling baik di antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah serta penggunaan akal. 

Firman Allah SWT; Artinya: 
“dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Qashash: 77)

Maka, insan itu sebagaimana digambarkan oleh agama Islam, yaitu terdiri dari tiga unsur: roh, akal dan jasad. Masing-masing dari tiga unsur itu diberi hak sesuai dengan kebutuhannya. Ketika Nabi saw. melihat salah satu sahabatnya berlebih-lebihan dalam salah satu sisi, sahabat itu segera ditegur. Sebagaimana yang terjadi pada Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berpuasa terus menerus tidak pernah berbuka, sepanjang malam beribadat, tidak pernah tidur, serta meninggalkan istri dan kewajibannya. Lalu Nabi saw. menegurnya dengan sabdanya: "Wahai Abdullah, sesungguhnya bagi dirimu ada hak (untuk tidur), bagi istri dan keluargamu ada hak (untuk bergaul), dan bagi jasadmu ada hak. Maka, masing-masing ada haknya." 

Karenanya, Islam melarang melakukan hal-hal yang berlebih-lebihan dan mengharuskan mengisi tiap-tiap waktu luang dengan hal-hal yang membawa manfaat, serta menghayati setiap bagian dalam hidup ini. Dalam perkembanganya, muncul banyak golongan sufi yang dapat mengisi kekosongan pada jiwa masyarakat dengan akhlak dan sifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an dan As-Sunnah. Berusaha agar tetap bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang makrifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam rohani, semua itu tidak dapat diingkari. Bahkan banyak dari golongan Ahlus Sunnah dan ulama salaf yang menjalankan tasawuf, sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur'an; dan banyak pula yang berusaha meluruskan dan mempertimbangkannya dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di antaranya ialah Al-Imam Ibnul Qayyim. Tetapi, banyak pula di antara orang-orang dari kalangan sufi itu sendiri yang terlampau mendalami tasawuf hingga ada yang menyimpang dari jalan yang lurus dan mempraktekkan teori di luar Islam.

Melihat problematika umat Islam kontemporer yang terjadi dewasa ini, khususnya yang dihadapi umat Islam di Indonesia, dengan beragam persoalan yang menggerogoti hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Mulai dari krisis ekonomi, kemerosotan norma sosial, politik dan budaya bahkan yang terakhir maraknya penyelewengan aliran keagamaan dst. Diharapkan umat Islam Indonesia khususnya, mampu menyikapi dengan bijak serta mengambil hikmah dengan menggali pelajaran dari berbagai persoalan yang ada sebagai bekal dalam menghadapi tantangan era globalisasi yang ada didepan mata. Dengan harapan kita dapat segera keluar dari belenggu krisis multidimensi ini, bahkan dapat menjadi contoh bangsa lain, bahwa umat Islam bangsa Indonesia mampu menampilkan ajaran Islam yang rahmatan lil’almin. wallahu’alambisawab.

[referensi: Ensiklopedia Islam – Tasawuf]

0 comments:

Posting Komentar