heroe

Kamis, 22 Agustus 2013

TAYAMMUM

1. Ta’rif

Tayammum adalah menggunakan tanah yang suci, dengan cara tertentu disertai dengan niat untuk kebolehan shalat. Firman Allah:  …. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.QS. An Nisa: 43. Tayammum dapat menggantikan wudhu dan mandi.

2. Sebab Kebolehan Tayamum

Sebab utama diperbolehkan tayammum adalah karena ketiadaan air, seperti dalam firman Allah: … kemudian kamu tidak mendapat air (QS. An Nisa: 43) Ketiadaan air itu bisa hakiki atau hukmiy, dan masing-masing memiliki kondisi yang sangat beragam, kami ringkas berikut ini:

WUDHU

1. Ta’rif Hukum dan Keutamaannya

Wudhu adalah bersuci dengan air yang dilakukan dengan cara khusus. Kewajibannya ditetapkan dengan firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Dan hadits Nabi: “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantaramu jika berhadats sehingga berwudhu.” HR. As Syaikhani.

Abu Hurairah ra telah merilis tentang keutamaan wudhu. Bahwasannya Rasulullah saw  bersabda: Tidakkah aku tunjukkan kepadamu tentang amal yang menghapus kesalahan dan meninggikan kedudukan? Mereka menjawab: Mau Rasulullah. Sabda Nabi: Menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat, itulah ribath, itulah ribath itulah ribath[1] . HR Malik, Muslim, At Tirmidziy dan An Nasa’iy

2. Furudhul Wudhu

a. Membasuh muka, para ulama membatasinya mulai dari batas tumbuh rambut sampai bawah dagu, dari telinga ke telinga.
b. Membasuh kedua tangan sampai ke siku; yaitu pergelangan lengan
c. Mengusap kepala keseluruhannya menurut Imam Malik dan Ahmad, sebagiannya menurut Imam Abu Hanifah dan Asy Syafi’iy
d. Membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki, sesuai dengan sabda Nabi kepada orang yang hanya mengusap kakinya: “Celaka, bagi kaki yang tidak dibasuh, ia diancam neraka”. Muttafaq alaih.

Empat rukun inilah yang tercantum dengan tekstual dalam ayat wudhu (QS. 5:6) ditambah dengan:
1. Niat menurut Imam Syafi’iy, Malik dan Ahmad sesuai dengan sabda Nabi: Sesungguhnya semua amal itu tergantung niat…”Muttafaq alaih. Dan untuk membedakan antara ibadah dari kebiasaan. Dan tidak disyaratkan melafalkan niat. Karena niat itu berada di hati
2. Tartib, berurutan: yaitu dimulai dari membasuh muka, tangan, mengusap kepala, lalu memabasuh kaki. Hal ini sunnah hukumnya menurut Abu Hanifah dan Malikiyah.

NAJIS DAN CARA MEMBERSIHKANNYA

1. Najis
Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan oleh setiap muslim, dengan mencuci benda yang terkena. Macamnya:
• Air kencing, dan tinja manusia, dan hewan yang tidak halal dagingnya, telah disepakati para ulama. Sedangkan kotoran hewan yang halal dimakan dagingnya maka hukumnya najis menurut madzhab Hanafi dan Syafi’iy, dan suci menurut madzhab Malikiy dan Hanbali
• Madzyi; yaitu air putih lengket yang keluar ketika seseorang sedang berfirki tentang seks dan sejenisnya.
• Wadi; yaitu air putih yang keluar setelah buang air kecil
• Darah yang mengalir. Sedangkan yang sedikit di-ma’fu. Menurut madzhab Syafi’iy darah nyamuk, kutu dan sejenisnya dima’fu jika secara umum dianggap sedikit.
• Anjing dan babi [1]
• Bangkai, kecuali mayat manusia, ikan dan belalang, dan hewan yang tidak berdarah mengalir

2. Menghilangkan najis
Jika ada najis yang mengenai badan, pakaian manusia atau lainnya, maka wajib dibersihkan, jika tidak terlihat maka wajib dibersihkan tempatnya sehingga dugaan kuat najis telah dibersihkan. Sedangkan pembersihan bejana yang pernah dijilat anjing maka wajib dibasuh dengan tujuh kali dan salah satunya dengan debu. (walagha: menjulurkan lidah ke air, atau benda cair lainnya).
Sedangkan sentuhan anjing dengan fisik manusia, maka tidak membutuhkan pembersihan melebihi cara pembersihan yang biasa[2]. Sedang najis cedikit yang tidak memungkinkan dihindari maka hukumnya dimaafkan, demikianlah hukum sedikit darah, dan muntahan. Diringankan pula hukum air kencing bayi yang belum makan makanan, maka hanya cukup dengan diperciki air.

Selasa, 20 Agustus 2013

HUKUM AIR

Macam – macam Air
Air Muthlaq, seperti air hujan, air sungai, air laut, hukumnya suci dan mensucikan
Air Musta’mal: yaitu air yang lepas dari anggota tubuh orng yang sedang berwudhu atau mandi, dan tidak mengenai benda najis, hukumnya suci seperti yang disepakati para ulama, dan tidak mensucikan menurut jumhurul ulama
Air yang bercampur benda suci seperti sabun, dan cuka selama percampuran itu sedikit tidak merubah nama air, maka hukumnya masih suci mensucikan menurut madzhab Hanafi , dan tidak mensucikan menurut imam Syafi’I dan Malik.
Air yang terkena najis, jika merubah rasa, warna atau aromanya maka hukumnya najis tidak boleh dipakai bersuci menurut ijma’. Sedang jika tidak merubah salah satu sifatnya maka mensucikan menurut imam Malik, baik air itu banyak atau sedikit; tidak mensuciakn menurut madzhab Hanafi; mensucikan menurut madzhab Syafi’iy jika telah mencapai dua kulah, yang diperkirakan sebanyak volume tempat yang berukuran 60 cm3

Su’r (sisa) yaitu air yang tersisa di tempat minum setelah diminum
· sisa anak Adam (manusia) hukumnya suci, meskipun ia seorang kafir, junub, atau haidh
· sisa kucing dan hewan yang halal dagingnya hukunya suci
· sisa keledai, dan binatang buas, juga burung hukumnya suci menurut madzhab Hanafi.
· Sedangkan sisa anjing dan babi hukumnya najis menurut seluruh ulama